Wings Group dan Djarum Group sempat dikabarkan mundur sebagai investor Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Hal ini bermula dari Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) yang mengumumkan nama-nama perusahaan di dalam konsorsium Agung Sedayu Group (ASG).
Dalam daftar tersebut nama Wings Group dan Djarum Group sempat tidak ada. Akan tetapi kemudian OIKN memberikan daftar terbaru yang menyertakan kedua perusahaan besar tersebut.
Berikut daftar investor dalam negeri IKN menurut Juru Bicara Otorita IKN Troy Pantouw:
Agung Sedayu Group
Salim Group
Astra Group
Sinar Mas Group
Kawan Lama Group
Mulia Group
Pulau Intan
Alfa Group (alfamart)
Barito Pacific
Adaro Group
Jarum Group
Wings Group
Respons Wings Grup dan Djarum Group
Head of Corporate Communications & CSR Wings Group Indonesia Sheila Kansil mengatakan, pihaknya tetap ikut serta di dalam Konsorsium Nusantara IKN yang bersifat Non Komersial, salah satu contohnya adalah pembangunan Botanical Garden.
“Wings Group berkomitmen untuk ikut serta dalam pembangunan IKN,” ujarnya dalam keterangan resminya, Jumat (5/1/2024).
Hal senada juga dikatakan oleh Corporate Communications Manager Djarum, Budi Darmawan yang mengatakan ikut meramaikan pembangunan yang sama.
“Djarum tetap di IKN, untuk kembangkan botanical garden. Investasi nya masih belum terdeteksi. Pasti besar juga,” ujarnya saat dihubungi oleh CNBC Indonesia.
Bahlil Angkat Suara
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia buka suara soal isu Wings dan Djarum Group yang dikabarkan hengkang dari jajaran investor IKN
Bahlil mengatakan, Wings dan Djarum Group tidak ikut serta dalam konsorsium yang dilakukan oleh Agung Sedayu Group. Menurutnya, kedua perusahaan tersebut baru akan akan melakukan investasi setelah tahap pertama rampung.
“Gini, Wings dan Djarum itu tidak merupakan konsorsium yang dilakukan oleh Agung Sedayu, tapi dia akan melakukan investasi setelah tahap pertama selesai,” ujarnya di Istana Negara Jakarta, dikutip Rabu (10/1/2024).
Pemilik Wings Group
Harjo Sutanto, pemilik Wings Group, bersama dengan rekannya, Johannes Ferdinand Katuari, Ia memulai bisnis dengan menjual sabun dari rumah ke rumah di Jawa Timur, sekitar lebih dari 60 tahun yang lalu. Mereka menjual sendiri produk ini secara door to door, dari kampung ke kampung. Perusahaan yang mereka rintis diberi nama Fa Wings.
Berawal dari sana, lambat laun mereka pun menjualnya ke warung-warung hingga akhirnya lewat agen. Pada awalnya, mereka cuma memproduksi sabun colek, namun akhirnya juga memproduksi sabun mandi merek GIV yang laku keras.
Kini sabun produksinya itu justru mengantarkannya menjadi orang terkaya Indonesia.
Saat ini, Wings adalah salah satu produsen sabun terbesar di Indonesia. Produknya banyak dijumpai di supermarket dan toko-toko ritel besar lain, sebut saja produknya Nuvo, So Klin, Kodomo, Ciptadent, dan sebagainya.
Tidak hanya itu, Wings juga memproduksi produk rumah tangga seperti pembersih toilet, deterjen, dan pembalut wanita.
Wings Group juga memproduksi mie instan dengan label Mie Sedaap, yang juga dijual di sejumlah negara di luar Indonesia.
Seiring dengan berkembangnya bisnis waralaba, Wings Group pun memiliki franchise peritel minimarket FamilyMart.
Kemampuan berbisnis Harjo pun menurun ke anak-anaknya. Berdasarkan catatan Forbes, Harjo dan istrinya Yenny Lilian memiliki empat anak, yakni Hanny, Fifi, Handoyo dan Yenny Lillian. Putra tertua Hanny paling aktif dalam bisnis dan merupakan direktur di sejumlah perusahaan yang dioperasikan oleh Wings atau dalam kemitraan.
Sementara itu Fifi memimpin di Ecogreen, anak perusahaan Wings yang aktif dalam produk oleo-kimia. Adapun, ketika JohannesKatuari tutup usia, putra Johannes, Eddy Katuari, mengambilalih kepemimpinan Wings Group pada 2004.
Pemilik Djarum Group
Dalam mencapai kejayaannya, perjalanan Hartono bersaudara tak semudah membalikkan telapak tangan. Semua berawal pada 1951, ketika ayah mereka, Oei Wie Gwan membeli perusahaan rokok sekarat bernama NV Murup. Namun, perusahaan rokok pemilik merek Djarum Gramofon itu ‘diobati’. Merek produk yang awalnya bernama Djarum Gramofon dipangkas menjadi tinggal Djarum saja.
Upaya itu membuahkan hasil. Produk yang dihasilkan perusahaan dan pabrik terus berkembang. Namun sayang, di tengah kegemilangan kinerja itu, musibah datang. Pada 1963, pabrik rokok Djarum terbakar. Yang tersisa hanya pabrik di kawasan Kliwon, Kudus, Jawa Tengah. Oei Wie Gwan meninggal tak lama setelah pabriknya kebakaran.
Tak ingin larut dan meratapi keterpurukan, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono bangkit. Mereka membangkitkan Djarum dengan melakukan berbagai pembenahan manajemen dan peralatan produksi.
Upaya itu memberikan hasil gemilang di mana pada 1965 hingga 1968, produksi rokok yang terjual berhasil tembus 3 miliar batang.
Kesuksesan itu tak lantas membuat mereka berpuas diri. Pada 1973, mereka mulai melebarkan pangsa pasar Djarum hingga ke mancanegara, Amerika Serikat, Arab Saudi, Jepang dan lain sebagainya.
Tak hanya berhenti pada perusahaan rokok, pada 1975, mereka juga melebarkan sayap bisnis ke beberapa industri. Salah satunya, industri elektronik dengan mendirikan PT Indonesian Electronic & Engineering yang kemudian pada 18 September 1976 berubah nama menjadi PT Hartono Istana Electronic lalu merger dan menjadi PT Hartono Istana Teknologi.
Hartono bersaudara juga memutuskan untuk mengambil BCA, dari keluarga Salim yang sudah kehilangan kontrol atas bank itu akibat krisis ekonomi pada 1998-1998.
Lewat proses panjang, Hartono bersaudara melalui konsorsium FarIndo Investments (Mauritius) Ltd dan Farallon Capital Management LLC berhasil menjadi pemegang suara mayoritas perusahaan dengan mengempit 51,15 persen saham BCA.
Hartono bersaudara juga terjun ke bisnis properti dan perhotelan dengan mengelola sejumlah kawasan perkantoran dan hotel mewah yang tersebar di beberapa tempat, antara lain, Grand Indonesia, Hotel Kempinski, Menara BCA dan lainnya.
Grup Djarum juga melebarkan sayap mereka ke sektor e-commerce. Mereka memiliki PT Global Digital Prima Venture yang menaungi Blibli.com, kaskus.co.id, Mindtalk, LintasME, Crazymarket, DailySocial.net.
Tim Redaksi
Sumber: CNBC Indonesia, 10 January 2024
Tidak ada komentar